Wakaf Salman

Beranda

Program

Kabar Wakaf

Akun

Wakaf Salman

Kisah Casmad; Sang Penghafal Quran di Yayasan Pondok Yatim Muhibbul Quran

Berjarak tiga jam dari pusat Kota Indramayu menuju perbatasan Subang dan Sumedang, berdiri sebuah Yayasan Pondok Yatim Muhibbul Quran, yang terletak tepat di Dusun Sukatani II, Desa Mekarwaru, Kabupaten Indramayu. Jalan menuju pondok tersebut cukuplah menantang bila dilalui di malam hari. Sebelum memasuki area pemukiman warga, pemandangan hutan dan kebun saling berhimpitan sepanjang 22 kilometer perjalanan.

Tak jauh dari rumah warga di penghujung Jalan Raya Subang – Cikamurang, berdiri sebuah bangunan sederhana berwarna hijau. Di sebrangnya, tertulis dengan jelas “Yayasan Pondok Yatim Muhibbul Quran”. Terlihat pula segerombolan anak kecil yang tengah berlalu-lalang di halaman bangunan tersebut, hingga ke tepian jalan, seraya berlari dengan riang gembira.

Lokasi Pondok Pesantren tersebut merupakan titik di mana Wakaf Salman dan YBM BRI membangun fasilitas MCK bagi para santri. Pemilihan titik ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena kondisi di Ponpes yang memang sangatlah membutuhkan fasilitas dan akses air bersih. Juga, di tempat inilah sejatinya akan lahir generasi penghafal Quran terbaik, untuk kemudian menjadi penerus peradaban Islam yang sesungguhnya. Sehingga tak pantas kiranya jika para generasi penerus tersebut tidak mendapatkan fasilitas air yang layak sebagai hak kebutuhan mendasarnya.

Saat tengah melakukan peresmian dan serah terima fasilitas MCK dari Wakaf Salman dan YBM BRI kepada Yayasan Pondok Yatim Muhibbul Quran, sosok remaja laki-laki keluar dari pondok, lengkap dengan peci dan pakaian Muslim berwarna hijaunya. Sontak sang Kiai yang tengah bersama kami sebelumnya pun mengenalkannya kepada kami, sambil membanggakannya atas pencapaian dan prestasi yang sudah ia dapatkan selama di pesantren ini.

Namanya adalah Casmad Subandi. Teman-temannya biasa memanggil Casmad saja. Usianya sekarang adalah 19 tahun. Ya, usia di mana mayoritas teman sebayanya sedang asyik menongkrong, mencari jati diri, dan anti (baca: sulit) untuk pulang ke rumah. Berbeda dari anak sebaya lainnya, Casmad mengalami lika-liku kehidupan remajanya di pesantren ini. Jika dijumlahkan, ia sudah menghabiskan waktu selama 15 tahun sebagai santri di sini. Ia adalah saksi perjuangan pesantren ini berdiri, dari mulai fasilitas kamar mandi yang seadanya, ruang tidur yang saling berhimpit, hingga teman-teman yang datang dan pergi.

Kiai menjelaskan, bahwa Casmad adalah salah satu penghafal Quran terbaik di pesantren ini. Bagaimana tidak, 15 tahun bukanlah waktu yang sedikit untuk ia menghabiskan masa kecilnya belajar dan menghafal Quran. Tidak hanya itu, ia pun memiliki bakat lain, yaitu bermain sepak bola. Ia bergabung dalam tim kesebelasan di Dusun Sukatani, dan kerap menghabiskan waktu sehabis Ashar untuk memainkan si kulit bundar bersama para teman santri lainnya.

Casmad memang tumbuh berkembang di pesantren ini. Dengan antusias, ia menceritakan bagaimana serunya menghabiskan waktu bersama teman-teman santri lainnya dari mulai usianya 4 tahun, hingga sekarang. Ketika ditanya bagaimana kisahnya hingga ia bisa mencetuskan diri untuk menjadi santri di sini, waktu pun seakan berhenti, seraya kami berbincang dengan saling seksama.

Ternyata, ia bisa menjadi santri di sini berkat sang ayah. Pada saat itu, ayah Casmad harus bersikeras untuk menafkahinya dengan menjadi seorang montir di bengkel. Sang ayah khawatir Casmad tidak memiliki teman bermain dan belajar di usianya yang masih sangat kecil. Karena usut punya usut, ternyata sang ibu sudah meninggal dunia.

Dikatakan Casmad bahwa ia lupa bagaimana sosok dan raut wajah ibunya. Sang ibu yang syahid ketika Casmad berusia 3 tahun, ternyata seorang Tenaga Kerja Indonesia, yang dikirim ke luar negeri. Ya, almarhumah ibunya, syahid saat sedang mencari nafkah. Usia Casmad yang terlalu dini membuatnya sulit untuk merekam memori wajah ibunya. Namun, satu hal yang selalu ia harapkan, yaitu, sang ibu husnul khotimah dan mendapatkan amal jariyah yang tak berhenti mengalir.

Kehilangan ibu tidak membuat Casmad urung dalam belajar. Terbukti, selama menjadi santri di Ponpes ini, Casmad menjadi salah satu penghafal Quran terbaik ketimbang teman-temannya. Meski begitu, ia tetaplah mengalami masa-masa sulit selama berada di asrama. Contohnya, antrian kamar mandi yang sangatlah panjang di kala waktu tahajud, sehingga membuatnya terkadang terlambat untuk datang ke Masjid.

Casmad menceritakan, kondisi kamar mandi inilah yang menghambat para santri di sini dalam disiplin waktu. Bagaimana tidak, di Ponpes ini, hanya terdapat 1 kamar mandi untuk ikhwan, dan 1 lagi untuk akhwat, dengan jumlah santri sebanyak 47. Jadi, ketika Casmad menceritakan bagaimana ia harus mandi dalam kondisi satu kamar mandi yang diisi oleh tiga sampai empat anak, itu adalah kondisi nyata yang mutlak.

Beberapa tahun berlalu, Casmad kini sudah memasuki kelas 3 SMK. Berbarengan dengan masa kenaikan kelasnya, Wakaf Salman berkolaborasi dengan YBM BRI menyalurkan program Wakaf Sarana Air Bersih, berupa pembangunan fasilitas MCK untuk para santri di Yayasan Pondok Yatim Muhibbul Quran. Fasilitas baru tersebut membuat Casmad dan teman-teman santri lainnya senang nan’ antusias. Dengan begitu, Casmad optimis bahwa adik-adik kelasnya nanti tidak akan merasakan kesulitan bermandi, berwudhu, dan kegiatan lainnya, yang akan menghambat proses belajar mengajar.

Terakhir, Casmad berpesan semoga dengan adanya fasilitas MCK ini dapat membuatnya dan teman-teman lainnya lebih semangat dalam belajar, menghafal, dan menerapkan nilai-nilai Islami dalam kehidupan kesehariannya, tanpa ada hambatan apapun.

Ingin memuliakan penghafal Quran seperti Casmad yang berada di tempat lainnya? Yuk ikut program Wakaf Sarana Air Bersih sekarang dengan klik link di bawah ini!

  • Air
  • Wakaf
  • Wakaf Salman
  • Wakaf Salman
  • Wakaf Salman
  • Wakaf Salman